Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Jalan-jalan’ Category

Minggu pagi masih terasa hangat sinar mataharinya. Jalan juga masih cukup lengang tidak seperti hari kerja yang padat dengan asap knalpot. Setiap tarikan nafas terasa nikmat. Subhanallah! nikmatMu sungguh berlimpah, ya Allah!

Jalur Banjir Kanal Timur (BKT) sudah hampir rampung. Mumpung masih belum digunakan secara resmi, saya melintasi jalur BKT ini menuju rumah bapak ibu mertua saya di Buaran Klender.


Saya sengaja memilih jalur BKT ini karena belum pernah melintasinya selama ini. Kesempatan nih! mumpung sedang pakai sepeda onthel sekaligus test ride pertama kalinya beronthel ria dengan jarak lebih kurang PP 40 KM-an. Lumayan cukup jauh.

Salah satu yang menarik dari jalur ini adalah jalurnya berada di tepian sungai yang lebar dan dalam. Di sepanjang jalur BKT ini saya sejenak menikmati udara Minggu pagi sembari ngonthel.
Ini perjalanan jauh pertama saya pakai sepeda onthel, sekaligus ingin merasakan kenyamanan dan kenikmatan bersepeda onthel. Terasa berat dikayuhan awal, tapi ringan saat sudah menggelinding. Posisi badan juga cukup tegak dan rileks. Terasa cukup berat sepedanya dibanding sepeda jaman sekarang, jadinya memang harus dibuat sesantai mungkin genjotnya. Mungkin itulah nikmatnya pakai sepeda onthel ya. Harus santai hehehe.

Di perjalanan, saya berhenti sebentar. Biasa, motret objek-objek yang menarik buat saya. Beberapa yang saya foto adalah model halte yang unik dan menarik bernuansa taman. Halte ini juga dilengkapi dengan sebuah gambar permainan ‘dingkringan’ di pelatarannya, seperti permainan tradisional anak-anak jaman saya kecil dulu. Alat pelemparnya ke kotak yang dituju adalah memakai potongan eternit bekas atau potongan genteng. Setelah itu, dingkring angkat satu kaki dan mulai melompat. Seru sekali.

Konon, saya pernah baca berita, kabarnya di sepanjang jalur BKT ini akan dibangun jalur sepeda. Entahlah, jadi dibangun apa tidak. Saya melihat, di jalur BKT ini tidak saya temui tanda-tanda akan dibangunnya jalur sepeda. Cukup enak sebenarnya kalau jadi dibangun. Jalur sepeda di tepian sungai, seperti yang pernah saya lihat di Belanda. Integrasi jalur sepeda dan jalur sungai kok cantik sekali yah. Bersih dan tertata rapi. Apalagi kalau sungainya juga difungsikan untuk transportasi air, wah keren! . Sungai, yang seharusnya menjadi bagian dari pemandangan kota, seharusnya bukan malah menjadi tempat buang sampah dan hajat. Haduh! kalau banjir, dampaknya akan berbalik ke kita juga, kan?

Hampir satu setengah jam saya ngonthel. Alhamdulillah, selamat dan lancar sampai di rumah bapak ibu saya. Mereka kaget, saya nongol pakai sepeda onthel hehehe …

Salam,
lutfi

Read Full Post »

Saya: “Pak Asep, ada batre A3(AAA maksudnya)?”
Pak ASep: “Ada”
Saya: “Mau buat lampu sepeda saya nih, pak”
Pak Asep: Bawa sepeda? emang mau kemana?
Saya: “Ke kantor”
Pak Asep: “Wah, ikut komunitas yang ngantornya pada pakai sepeda itu?sekarang kan lagi ngetren yah?”
Saya: “Iya, saya ikutan sudah dari tahun 2005”
Pak Asep: “Enak, yah. Ada tuh yang dari Depok ke kantornya pake mobil sama nyampenya kalo pakai sepeda”
Saya: “Hehehe … mending pake sepeda dong yah. Sama-sama juga nyampenya”
Pak Asep: “Iya, yah”
Saya: “Jadi kapan dong kita sepedaan, pak?”
Pak Asep: “Saya sudah ada sepeda lipat tuh”
Saya: “Kalo gitu kita bisa sepedaan bareng dengan pak RT juga tuh”
Pak Asep: “Oiya, pak RT kan ada sepeda kumbangnya”
Saya: “Sip lah. Nuhun, pak. Saya ngantor dulu”

Ah, diam-diam Pak Asep ternyata sudah punya sepeda juga. Tahu gitu kan kita bisa kelilingan bareng.

Tambah lagi pengguna sepeda di kampung saya. Seru juga, kalau pada akhirnya sepeda marak lagi di kampung-kampung. Ada nggak yah kampung yang penghuninya punya sepeda di tiap rumahnya?. Kalau kampung Inggris kan sudah ada. Kalau kampung sepeda rasanya saya belum pernah dengar sih. Di RT saya aja, baru ada enam rumah yang punya sepeda dari 23 rumah. Kalau motor sih, rasanya hampir semua rumah ada.

Bagaimana di tempat tinggal, om tante? bertambah, berkurang, atau tidak ada sama sekali yang punya sepeda?

Salam,
lutfi

Foto ilustrasi:
http://kampung-inggris.com/wp-content/uploads/2010/11/Kampung-Inggris.jpg

Read Full Post »

Sudah lama nggak update note …, kebetulan saya lagi punya cerita. Semoga menghibur om tante semua. Jreng! Halah!

Belum lama ini, saya dan keluarga jalan-jalan ke kota Kebumen dan Purworejo, Jawa Tengah. Tujuan utamanya adalah silaturahim dengan mbah buyut dari keluarga istri saya. Alhamdulillah, meski sudah sangat sepuh, mbah kami masih sehat dan masih bisa ngobrol dengan kami. Tujuan kedua, liburan keluarga. Berhubung saya dapat ijin cuti kantor dan anak saya masih libur sekolah, jadi kami manfaatkan aja. Selain itu, apalagi kalo nggak kangen ingin lihat sawah dari jarak dekat, dengar suara tokek malam-malam, menjauh dari suara bising klakson dan bising kendaraan bermotor di Jakarta, dan menikmati pemandangan wara wiri pesepeda di kedua kota itu. Alas an yang terakhir, itu sih keinginan saya aja hehehe …

Pastinya, saya dan keluarga sangat menikmati suasana kota Kebumen dan Purworejo yang sangat ‘ngangeni’. Gimana nggak ngangeni, selain karena memang di kedua kota itu masih ada mbah buyut, saya juga kangen dengan spirit keseharian aktifitas masyarakat Kebumen dan Purworejo menggunakan sepeda sebagai alat transportasi sehari-harinya. Setidaknya, dari halaman teras rumah mbah buyut kami saja, kami bisa melihat yang naik sepeda onthel atau citybike begitu seringnya. Tob bangetz!!!. Lah kalo di rumah saya di Jakarta, boro-boro banyak sepeda seliweran di depan rumah, seringnya ya lihat motor mobil thok. Males aja lihatnya hihihi …

Saya takjub aja terhadap masyarakat Kebumen dan Purworejo yang masih banyak pakai sepeda untuk mendukung aktifitas kesehariannya. Ngiri yaaa, mas? Iya, hehehe. Kenapa di Jakarta nggak kayak gitu. Beda kota pasti beda spirit berkendaraannya. Meski kendaraan bermotor juga banyak disana, tapi mata saya masih cukup sering melihat sepeda seliweran di jalan-jalannya. Asik sekali. Ini charger energy buat saya ketika rasa bosan, inkonsistensi bersepeda ke kantor mulai melemah di Jakarta nantinya. Mudah-mudahan, bapak ibu bupatinya kedua kota itu senang bersepeda juga dan nggak perlu susah-susah ‘ngajaki’ masyarakatnya bersepeda, wong sudah banyak yang pakai sepeda disana. Seharusnya, disanalah fasilitas pendukung bagi pengguna sepeda bisa dibangun juga. Syukur-syukur bisa jadi model kota ramah sepeda. Keren kan, pak bu!  Kalo kota Makassar aja berani mendeklarasikan sebagai kota sepeda belum lama ini, apalagi kota Kebumen dan Purworejo , seharusnya bisa suatu saat nanti.

Yo wis, ini beberapa foto-foto nan nuansamatik (om GW mode on) yang saya ambil saking kepengen sharing kepada om tante Facebikers semua, mudah-mudahan spirit mereka spirit kita semua yang senang bersepeda untuk wara wiri …

Pagi hari menuju ke tempat aktifitas masing-masing

Indahnya hamparan hijau! ngintip sungainya bersih tanpa dijejali sampah-sampah

Bike to School-ers di jalur truk besar dan bus AKAP

Toko yang ramah sepeda. Ada lima toko lain yang menyediakan rak sepeda juga di sekitar Pasar Karang Anyar Kebumen. Tobz!!!

Ada banyak pengguna sepeda lalu lalang di persimpangan jalan daerah Kutoarjo, Purworejo ini. Ada berapa hayo?

Wah! ternyata ada rambu-rambu becak dan sepeda di jalan Tentara Pelajar, Purworejo.

Bike to School-ers konvoi di jalur sepeda. Asiiik, jalurnya adem nich ...

Mau pilih parkir apa? sudah tersedia. Motor Rp. 1000, sepeda Rp. 500 saja. Dijamin aman!

Bersepeda diantara birunya langit dan sawah yang menguning. Kenikmatan tiada tara! Nikmat mana lagi yang mau tidak kita syukuri, hayo!:)

Pulang ke Jakarta, dapat oleh-oleh dari lilik saya, sepeda onthel merk Fuji hahaha ...

Guratan kenangan indahnya hamparan padi yang mulai menguning dan siap panen di sisi kiri kanan jalan, suasana jalan-jalannya yang lengang, tertib, dan minim klakson motor mobil, sungai yang jauh dari penuh sampah dan menghitam airnya, pepohonan hijau yang rimbun, ngangeni sekali suasananya yang masih terbawa hingga pulang Jakarta. Tentram, damai, bersahaja. Sungguh plong rasanya!

Salam,
lutfi

———————————————————-

* Foto-foto: koleksi pribadi
* Kebumen, Purworejo, dan Bersepeda (Jilid 1)

Read Full Post »

Beberapa hari yang lalu, meski terlambat melihat pamerannya, saya berkesempatan menyaksikan pameran fotografi yang diadakan oleh Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA). ’Carpe Diem’, nama tema pameran ini mengingatkan saya pada grup band Metallica dan Echolyn, salah satu judul lagu band metal dan progresif rock dari Amerika. Ini salah satu yang bikin saya penasaran pol. Carpe Diem itu apa sih? masuklah saya ke galerinya. Eh, baru masuk aja saya sudah dihadang dengan foto hitam putih besar yaitu foto orang sedang naik sepeda diatas genangan air. Sejenak mengamati foto itu. Satu persatu saya mengamati foto-foto human interest non sepeda lainnya sembari takjub dengan hasil-hasil jepretan para peserta workshop fotografi GFJA. Keren-keren pastinya! Rugi deh kalo yang kayak gini sampai ndak dilihat. Kenapa? soalnya gratis hihihi dan hasil-hasil fotonya juga inspiratif banget. Tob dah!!!

Nama ’Carpe Diem’ jelas bikin saya penasaran, soalnya baru tahu. Itu juga tahu sebelumnya dari si Metallica dan Echolyn hehehe. Saya cari-cari, ketemulah di Wikipedia. Ow … ow … ow … ternyata Carpe Diem ini adalah sebuah kalimat dalam bahasa latin. Arti sederhananya adalah ”Petiklah hari”. Sedangkan kalimat lengkapnya, “carpe diem, quam minimum credula postero” yang artinya “petiklah hari dan percayalah sedikit mungkin akan hari esok”. Bagaimana caranya memetik hari? haduh, berat nih artinya pikir saya, tapi kok ya menarik juga buat saya. Akhirnya, dari Wikipedia saya dapat juga maksudnya. Ternyata, bagus sekali maknanya, yaitu ”orang dianjurkan untuk hidup memanfaatkan hari ini secara lebih optimal tidak menunda sesuatu untuk hari esok, dengan begitu kita lebih dapat memanfaatkan waktu yang diberikan secara optimal”. Wow! keren banget maknanya dan bikin tambah semangat pastinya. Lah, kalo ndak semangat, ya jangan gowes. Gitu aja repot hahaha …

Makna Carpe Diem akhirnya juga mengingatkan saya akan pesan Rasulullah SAW, yaitu pergunakanlah waktu sehatmu sebelum engkau sakit dan waktu hidupmu sebelum kamu mati. Bagi sahabat B2W muslim sekalian, untuk ulasan lengkapnya, bisa dibaca disini. Lalu, ngomongin sehat, bukankah sepeda itu kendaraan yang menyehatkan siapa saja? untuk diri sendiri, orang lain, dan juga lingkungan. Buat saya, bersepeda itu salah satu cara memanfaatkan waktu sehat untuk mendapatkan kualitas hidup sehat. Lah, kalo lagi sakit, mau ngapa-ngapain juga susah kan. Jungkirbalik nggak karu-karuan rasanya hahaha …

Selain yang menarik dari pameran ini selain temanya adalah photo theme-nya itu lho yang ’gua banget’! ada orang sedang bersepeda diatas genangan air. Fotonya juga keren angle-nya. Weeeits!!! jangan salah lihat. Itu foto dibalik tampilannya. Ini kan ndak lazim. Sang fotografer berusaha menangkap pantulan bayangan si bapak pesepedanya di atas genangan air. Tentu foto ini punya cerita. B2Wer aja juga punya cerita. Saya juga punya cerita. Ya nulis note ini ya lagi berusaha bercerita juga tho hehehe …

Fotonya aja sudah nggak lazim tampilannya tapi keren jadinya, bukankah aktifitas saya ngantor pakai sepeda juga ndak lazim tho. ‘Melawan arus’ kata teman saya. Sudah ada motor, mobil, eh malah pakai sepeda ke kantor. Alasan saya, biar ndak stres macet di jalan, hemat biaya transportasi, badan ingin sehat, dan sebaris alasan nggak lazim lainnya. Lah, sekarang lazimnya orang pakai kendaraan bermotor kan, tapi ini malah pakai sepeda. Apa nggak turun gengsi? Sergah teman saya. Hahahaha … saya ngakak ketika disergah dengan pertanyaan barusan. Apa iya, gara-gara pakai sepeda gengsi turun yah? Sudah ada hasil risetnya hubungan ”naik sepeda turun gengsi?” Kalo ada di share dong. Ini penting juga, biar kalo ada yang ngeledek, saya bisa bilang, ”naik sepeda naik gengsi” hahaha … Lah, bener tho! Coba aja, gara-gara rajin pakai sepeda penghematan juga ikut terkerek naik kan hehehe. Biaya transportasi pastinya ikutan jadi kelihatan hemat. Yang nggak kelihatan, silakan dirasa-rasa setelah aktif bersepeda (B2W) itu apa yang didapat.

Jadi, daripada ‘cape diam’, mending kita bergerak aja. Diam saat terjebak macet juga cape banget. Biar nggak cape banget, salah satunya pakai sepeda. Keluar dari zona macet menuju zona lancar. Eh, tapi bersepeda itu kan cape juga yah. Tapi cape yang bernilai sehat dan manfaat siapa yang ndak mau coba hihihi…

Wis pokoknya, ndak usah rumit-rumit mikir, join aja bersama komunitas bike to Work yang sedang terus bergerak untuk perbaikan, untuk memanfaatkan waktu sehat kita sebelum datang waktu sakit kita. Memanfaatkan waktu hidup kita sebelum datang waktu mati kita. Bike to Work emang progresipoool dah!!!!

Carpe Diem, hayuk bersepeda mengisi hari aktifitas kita, om tante:)

Salam,
lutfi

* foto: dokumentasi pribadi

 

Read Full Post »

Bersepeda tanpa pepohonan, haduuuh … mana tahan. Masih mending kalo panas matahari tertahan bangunan gedung, masih dapat ademnya, tapi kalo sampai kena langsung sinarnya, siapa yang mau terus-terusan terpapar teriknya sinar matahari, iya ndak?

Sayangnya, pepohonan di Jakarta aja sedikit banget di sepanjang jalan.  Padahal, pepohonan selain menghasilkan oksigen untuk kita, sebagai paru-paru kota, elemen estetika kota, tempat habitat serangga, penarik debu, juga dapat membuat jalanan jadi tambah rimbun, adem, dan nggak bikin panas. Apalagi kalo pas kena panas yang dilepaskan kendaraan bermotor dan asap knalpot pas lagi kejebak macet, haduuuh monggo rasakan sendiri panasnya deh hihihi …

Beberapa foto saya dapat dari om google. Ciamik tenan jalurnya. Jelas share the road-nya kaaan:D.

Foto 1:

http://janeswalkusa.files.wordpress.com/2010/02/janes-roll-seperated-bike-lane.jpg?w=510&h=296
Jalur pejalan kaki dan bersepeda dinaungi pepohonan. Adeeem banget!

 

Foto 2:

https://i0.wp.com/sf.streetsblog.org/wp-content/uploads/2009/09_24/chris/federalismo_bike_lane_w_parked_cars_1896.jpg
Adeeem … Dibawah pohon rimbun:D

 Foto 3:

http://lavidaesloca.files.wordpress.com/2008/05/cicloruta.jpg

Pohonnya belum rimbun, duh ... bike path-nya enak banget yah:D

Ngimpi yeee lihat gambar-gambar diatas hahaha, tapi bukan berarti disini nggak bisa dibuat. Bisa, asal semua pihak menyadari manfaatnya. Contoh jalur adem yang saya nikmati kayak dibawah ini. Foto saya ambil akhir tahun lalu di kawasan Kebayoran baru, Jakarta Selatan.

Foto 4:

Jalur adem, ternyata masih ada di Jakarta:D

Nah, sebagai pengguna sepeda untuk komuter dalam kota, jelas saya akan mencari jalur yang lebih adem ketimbang jalur panas-panasan dong. Tapi apa sepanjang jalan ditumbuhi pepohonan? belum tentu juga tho. Yang ada jalur hijaunya sudah nggak jelas. Jalan kaki juga ndak nyaman. Melelahkan. Padahal, kalo sistem linkage jalur hijau, pejalan kaki, dan jalur sepeda didisain senyaman mungkin, wah siapa sih yang nggak mau jalan kaki atau sepedaan perginya. Apalagi angkum (angkutan umum) makin baik nyaman dan aman. Ngirit BBM dan ongkos transport. Gitu lho!

Sekarang, Jakarta lagi panas-panasnya nih, pepohonannya minim, apa iya jalan kaki dan bersepeda masih bisa nyaman?

Masih adakah JAPKB (Jalur Adem Pejalan Kaki dan Bersepeda) disini?

Ngadem dulu ah. Cegluk … cegluk … cegluk …. aaaahhh … haus hihihi ….

Salam,
lutfi

————————————————————————————————

Sumber Foto:

* Foto 1: http://janeswalkusa.files.wordpress.com/2010/02/janes-roll-seperated-bike-lane.jpg?w=510&h=296
* Foto 2: http://sf.streetsblog.org/wp-content/uploads/2009/09_24/chris/federalismo_bike_lane_w_parked_cars_1896.jpg
* Foto 3: http://lavidaesloca.files.wordpress.com/2008/05/cicloruta.jpg
* Foto 4: Foto pribadi

Read Full Post »

Older Posts »